Masa-masa
SMA memang terkenal dengan masa merah jambu. Dimana di saat ini lah benih-benih
virus cinta menyebar dimana-mana. Tidak terkecuali pada teman sekelasku yang
memiliki ketertarikan pada seseorang yang kebetulan juga berada satu kelas. Hal
yang wajar jika hal tersebut bisa terjadi. Terlebih jika setiap hari saling
bertemu, bertatap muka atau berdiskusi bersama.
Biasanya
ketika seseorang yang tertarik dengan lawan jenis akan menuliskan kata-kata
mutiara di lembaran kertasnya. Mungkin jika dia berani mengutarakan kalimat
tersebut akan lebih mudah lawannya untuk memahami. Tapi sayangnya temanku yang
satu ini cukup bisa dikatakan pemalu. Dan saat seperti inilah mode jahil ku pun
tumbuh. Seketika aku mengambil lembar kertas yang sudah ditulisnya itu. Yups,
teman ku ini kebetulan cowok yang tertarik dengan teman sekelasku juga yang
tidak lain adalah Ziza. Entah apa yang membuat dia tertarik pada Ziza, yang
jelas sebegitunya dia hingga menuliskan surat dalam secarik kertas tak tersampaikan.
Akhirnya aku jahilin sekalian dia. Kubaca isi surat tersebut di dalam kelas,
tepat setelah dia lengah akan kertas yang aku ambil dari mejanya.
Tiba-tiba
kelas terasa hening saat aku membaca beberapa paragraf tanpa disadari sang
penulisnya. Namun tidak begitu lama saat mencapai paragraf ke tiga, tiba-tiba
dia menyadarinya dan mulai mengejarku. Akhirnya kami kejar-kejaran di kelas, di
antara kursi dan meja yang masih berpenghuni. Aku pun masih sempat membaca
beberapa paragraf dengan suara kencangku. Sedang teman-teman yang lain hanya
mendengarkan sambil tertawa puas melihat kekonyolan itu. Pada akhirnya dia bisa
merebut kembali kertas yang aku pegang itu.
Setelah
semuanya usai, dia pun marah kepadaku. Aku tahu alasan mengapa dia sampai
sebegitunya marah, tentu saja dia marah karena merasa dipermalukan olehku. Tapi
percaya atau tidak, selang beberapa waktu berlalu, tiba-tiba dia mengabariku
bahwa cewek yang dia taksir akhirnya menerimanya perasaannya. Dan untuk pertama
kalinya aku bisa melihat wajah yang begitu bahagia muncul darinya setelah ia
mengatakan hal tersebut. Entah dengan alasan apa Ziza menerima perasaannya,
yang jelas hubungan pertemananku dengan si kawan yang satu ini pada akhirnya
tetap baik-baik saja. Dia sudah tidak mengungkit lagi tingkah lakuku yang
dengan jahilnya membacakan suratnya di dalam kelas waktu itu. Atau mungkin itu
adalah salah satu alasan mengapa Ziza menerimanya, karena isi surat yang pernah
ia dengar saat aku membacakannya. Entahlah, hanya Ziza dan temanku lah yang
tahu.
Komentar
Posting Komentar