Siang
itu akhirnya kami sepakat untuk liburan ke salah satu wahana yang ada di Jogja.
Hanya 15 menit perjalanan menggunakan motor sudah sampai di lokasi. Yang
rencananya kami berangkat jam 1 siang, akhirnya tertunda karena hujan. Kami pun
menunggu hujan reda. Tak lama setelah adzan ashar akhirnya hujan reda. Kami pun
siap berangkat. Ya, kami, aku dan Aziz, teman se-kos-ku.
Meski
kami berdua belum pernah ke daerah itu, namun dengan aplikasi google map
akhirnya kami sampai di wahana itu. Kulihat beberapa pengunjung pun baru berdatangan.
Ya, sejak pandemik wahana itu di hari biasa hanya buka dari jam 12 siang hingga
jam 8 malam.
Aku
dan Aziz pun menuju ke loket tiket. Kebetulan sekali saat ada paket diskon
dewasa. Jadi kami berdua sepakat membeli paket tersebut. Hanya dengan Rp 50.000
kami sudah bisa menikmati berbagai permainan yang ada di wahana itu. Meski ada
beberapa permainan yang tak bisa kami coba karena satu dan lain hal.
Sesampainya
di dalam, permainan yang pertama kali kami coba adalah sepeda mabur/UFO. Mainan
ini cocok untuk kami, karena hanya tersedia 2 kursi dengan dayung kakinya. Kami
mendayung seolah berada di atas angina. Hanya satu kali putaran kami mencobanya,
namun tiket kami masih bisa digunakan berulang kali. Jadi kami berniat untuk
menaikinya lagi nanti setelah mencoba wahana yang lain.
Berlanjut
ke permainan kedua yaitu Motor Tumbur. Ini pertama kali aku mencoba menyetir
mobil. Waluapun hanya mobil mainan, namun aku sering salah menyetirnya. Tepat
di awal aku menjalankannya saja aku sudah menabrak pembatas area mobil. Hahaha.
Permainan ini membuatku melepas segala penat di kepala. Aku bebas berteriak
sesukaku. Ya, saat itu hanya ada aku dan Aziz yang ada di dalam area. Sedangkan
pengunjung yang lain baru berdatangan, mungkin mereka mendengar teriakan kami
berdua yang terdengar seru.
Lanjut
ke kolam Terapi Ikan. Hanya sebentar kami mencobanya karena merasa geli ketika
ikan-ikan itu mengigit kaki kami. Akhirnya kami mampir ke warung yang ada di
lingkungan wahana itu. Sejenak menikmati sepiring telur gulung dan minuman
botol yang dingin. Yang benar saja, harganya sungguh 2x lipat disbanding dengan
harga di luar lingkungan wahana. Ya, wajar saja jika merekapun dibebani pajak
lokasi.
Perjalananpun
berlanjut ke area uji adrenalin. Namun sebelum itu mampir dulu ke area spot
foto. Aziz yang kufoto, akunya mah ogah, kagak bisa pose. Dan akhirnya kami
sampai di ruang Cinema 8D. Prinsipnya satu ‘Kami hanya ingin menikmati wahana’,
jadi kami memilih film yang tidak terlalu menakutkan. Namun naasnya karena
hanya ada kami berdua di dalam, dan kamipun beretriak terus sepanjang film
diputarkan. Padahal film yang kami pilih adalah film kartun yang
direkomendasikan oleh penjaga ruang tersebut yang katanya film itu tidak
terlalu seram. Tapi kami tetap saja berteriak sejak film diputar hingga film
berakhir. Bagamaina tidak berteriak, jika kursi yang kami duduki lebih
menakutkan. Kursi yang tiba-tiba bergerak sendiri, bagian bawah terkadang ada
yang tiba-tiba menyentuh kaki kami, atau bahkan ada gelembung atau udara yang tiba-tiba
muncul. Berasa kami ada di dalam film tersebut. *uka-uka
Setelah
kami menontonnya, kamipun istirahat sejenak, mengendorkan otot saraf. Kemudian lanjut
ke ruang 4D Rider. Lagi-lagi kami memilih film yang paling ringan. Namun sekali
lagi kami berteriak sepanjang film diputarkan. Padahal itu bukan film horror,
itu hanya film rollcoster, tapi kursi
yang kami duduki sekali lagi sangat mendukung situasi.
Belum
cukup kami spot jantung di kedua ruangan tersebut. Kami pun melanjutan ke ruang
House of Terror. Tapi kali ini kami mengajak pengunjung lain yang kebetulan lewat
dari ruangan sebelumnya. Emmm, atau sebenarnya kami memang mencari teman lain,.
Ya setidaknya ada tidak hanya kami berdua yang ada di ruang horror itu. Dan
begitulah, kami berteriak sepanjang kereta melewati ruang itu. Sebenarnya tidak
begitu seram, memang kaminya saja yang jail antara aku dan Aziz yang saling
menggoda dengan sosok boneka hantu di kanan dan kiri kami. *sok berani
Akhirnya
kami bisa keluar dari ruang horror itu dengan selamat. Kami pun melanjutkan ke
wahana yang menjadi ikon tempat itu. Cakra Manggilingan merupakan salah satu Bianglala
terbesar yang ada di Indonesia. Dari ketinggian 48 meter, kami bisa melihat
kota Jogja dengan keindahannya. Sekali lagi, wahana ini bisa kami gunakan
berulang kali, sehingga kami berniat untuk menaikinya kembali nanti saat malam
menjelang, dan kami bisa melihat malamnya Jogja dari ketinggian yang sama.
Sembari
menanti waktu magrib tiba, kamipun mampir ke Omah Batik. Begitu banyak jenis
batik yang disuguhkan dalam ruangan itu. Selain batikpun ada beberapa jenis
permainan yang mungkin saat ini sudah sulit untuk kita temukan di masyarakat.
Istirahat sejenak untuk shalat magrib. Kemudian kami lanjut mengunjungi Omah
Musik. Kali ini kami disuguhkan berbagai macam jenis alat musik yang ada di zaman
dulu. Begitu banyak piringan kaset, dan alat elektronik di zaman dulu. Bahkan
ada Walkman dan pintalan kasetnya yang mengingatkanku kalaku masih kecil. Oh,
aku hampir lupa ternyata aku setua itu yang bahkan Aziz pun tidak tahu apa itu Walkman.
*mahasiswa tua
Akhirnya
malampun tiba, kamipun menikmati gemerlapnya Light Festival yang menjadi salah
satu spot foto terfavorit di wahana itu. Namun aku justru mengabadikan momen
itu dengan menggila dalam video, sampai-sampai sendal yang aku gunakanpun
putus. Ah, sudahlah sendal itu memang sudah waktunya untuk diganti. *lem biru
Sayang,
kami tak bisa menikmati beberapa wahana lainnya seperti Kopi Puter, Roti Puter,
Sepur Kluthuk, dan Kursi Mabur karena sedang diperbaiki dan hanya ada ketika
hari libur. Ya, memang kami sengaja tidak datang di hari libur, karena
menghindari banyaknya pengunjung. Selain itu juga tidak bisa menikmati ruang
Disaster Room karena lagi-lagi ruang tersebut hanya diperuntukkan rombongan
anak-anak sekolah yang ingin belajar bersama. Sedangkan permainan Kora-kora dan
Family Coaster aku tak mau menaikinya sendiri, sebab Aziz tak berani
menaikinya.
Sebagai
penutup permainan, sekali lagi kami menikmati panorama Jogja di malam hari yang
penuh dengan cahaya bintang di daratan dari ketinggian 48 meter di atas
Bianglala. Sungguh keindahan yang berbeda saat sore tadi kami menikmatinya.
Meski tak semua permainan bisa kunikmati, namun setidaknya sudah banyak ruang
tempatku melepas semua kerisauan yang kualami selama ini. Terima kasih untuk
diriku sendiri yang masih berjuang hingga detik ini.
Aku
di sini
Walau
letih, coba lagi jangan berhenti
Kuberharap
Meski
berat kau tak merasa sendiri
Kau
telah berjuang
Menaklukkan
hari-harimu yang tak mudah
Biar
kumenamnaimu
Membasuh
lelahmu
Izinkan
kulukis senja
Mengukir
namamu di sana
Mendengar
kamu bercerita
Menangis,
tertawa
Biar
kulukis malam
Bawa
kamu bintang-bintang
‘Tuk
temanimu yang terluka
Hingga
kau bahagia
https://www.youtube.com/watch?v=qZIQAk-BUEc

Komentar
Posting Komentar