HAPPY NICE DAY (CAM #15)

  


Siang itu akhirnya kami sepakat untuk liburan ke salah satu wahana yang ada di Jogja. Hanya 15 menit perjalanan menggunakan motor sudah sampai di lokasi. Yang rencananya kami berangkat jam 1 siang, akhirnya tertunda karena hujan. Kami pun menunggu hujan reda. Tak lama setelah adzan ashar akhirnya hujan reda. Kami pun siap berangkat. Ya, kami, aku dan Aziz, teman se-kos-ku.

Meski kami berdua belum pernah ke daerah itu, namun dengan aplikasi google map akhirnya kami sampai di wahana itu. Kulihat beberapa pengunjung pun baru berdatangan. Ya, sejak pandemik wahana itu di hari biasa hanya buka dari jam 12 siang hingga jam 8 malam.

Aku dan Aziz pun menuju ke loket tiket. Kebetulan sekali saat ada paket diskon dewasa. Jadi kami berdua sepakat membeli paket tersebut. Hanya dengan Rp 50.000 kami sudah bisa menikmati berbagai permainan yang ada di wahana itu. Meski ada beberapa permainan yang tak bisa kami coba karena satu dan lain hal.

Sesampainya di dalam, permainan yang pertama kali kami coba adalah sepeda mabur/UFO. Mainan ini cocok untuk kami, karena hanya tersedia 2 kursi dengan dayung kakinya. Kami mendayung seolah berada di atas angina. Hanya satu kali putaran kami mencobanya, namun tiket kami masih bisa digunakan berulang kali. Jadi kami berniat untuk menaikinya lagi nanti setelah mencoba wahana yang lain.

Berlanjut ke permainan kedua yaitu Motor Tumbur. Ini pertama kali aku mencoba menyetir mobil. Waluapun hanya mobil mainan, namun aku sering salah menyetirnya. Tepat di awal aku menjalankannya saja aku sudah menabrak pembatas area mobil. Hahaha. Permainan ini membuatku melepas segala penat di kepala. Aku bebas berteriak sesukaku. Ya, saat itu hanya ada aku dan Aziz yang ada di dalam area. Sedangkan pengunjung yang lain baru berdatangan, mungkin mereka mendengar teriakan kami berdua yang terdengar seru.

Lanjut ke kolam Terapi Ikan. Hanya sebentar kami mencobanya karena merasa geli ketika ikan-ikan itu mengigit kaki kami. Akhirnya kami mampir ke warung yang ada di lingkungan wahana itu. Sejenak menikmati sepiring telur gulung dan minuman botol yang dingin. Yang benar saja, harganya sungguh 2x lipat disbanding dengan harga di luar lingkungan wahana. Ya, wajar saja jika merekapun dibebani pajak lokasi.

Perjalananpun berlanjut ke area uji adrenalin. Namun sebelum itu mampir dulu ke area spot foto. Aziz yang kufoto, akunya mah ogah, kagak bisa pose. Dan akhirnya kami sampai di ruang Cinema 8D. Prinsipnya satu ‘Kami hanya ingin menikmati wahana’, jadi kami memilih film yang tidak terlalu menakutkan. Namun naasnya karena hanya ada kami berdua di dalam, dan kamipun beretriak terus sepanjang film diputarkan. Padahal film yang kami pilih adalah film kartun yang direkomendasikan oleh penjaga ruang tersebut yang katanya film itu tidak terlalu seram. Tapi kami tetap saja berteriak sejak film diputar hingga film berakhir. Bagamaina tidak berteriak, jika kursi yang kami duduki lebih menakutkan. Kursi yang tiba-tiba bergerak sendiri, bagian bawah terkadang ada yang tiba-tiba menyentuh kaki kami, atau bahkan ada gelembung atau udara yang tiba-tiba muncul. Berasa kami ada di dalam film tersebut. *uka-uka

Setelah kami menontonnya, kamipun istirahat sejenak, mengendorkan otot saraf. Kemudian lanjut ke ruang 4D Rider. Lagi-lagi kami memilih film yang paling ringan. Namun sekali lagi kami berteriak sepanjang film diputarkan. Padahal itu bukan film horror, itu hanya film rollcoster, tapi kursi yang kami duduki sekali lagi sangat mendukung situasi.

Belum cukup kami spot jantung di kedua ruangan tersebut. Kami pun melanjutan ke ruang House of Terror. Tapi kali ini kami mengajak pengunjung lain yang kebetulan lewat dari ruangan sebelumnya. Emmm, atau sebenarnya kami memang mencari teman lain,. Ya setidaknya ada tidak hanya kami berdua yang ada di ruang horror itu. Dan begitulah, kami berteriak sepanjang kereta melewati ruang itu. Sebenarnya tidak begitu seram, memang kaminya saja yang jail antara aku dan Aziz yang saling menggoda dengan sosok boneka hantu di kanan dan kiri kami. *sok berani

Akhirnya kami bisa keluar dari ruang horror itu dengan selamat. Kami pun melanjutkan ke wahana yang menjadi ikon tempat itu. Cakra Manggilingan merupakan salah satu Bianglala terbesar yang ada di Indonesia. Dari ketinggian 48 meter, kami bisa melihat kota Jogja dengan keindahannya. Sekali lagi, wahana ini bisa kami gunakan berulang kali, sehingga kami berniat untuk menaikinya kembali nanti saat malam menjelang, dan kami bisa melihat malamnya Jogja dari ketinggian yang sama.

Sembari menanti waktu magrib tiba, kamipun mampir ke Omah Batik. Begitu banyak jenis batik yang disuguhkan dalam ruangan itu. Selain batikpun ada beberapa jenis permainan yang mungkin saat ini sudah sulit untuk kita temukan di masyarakat. Istirahat sejenak untuk shalat magrib. Kemudian kami lanjut mengunjungi Omah Musik. Kali ini kami disuguhkan berbagai macam jenis alat musik yang ada di zaman dulu. Begitu banyak piringan kaset, dan alat elektronik di zaman dulu. Bahkan ada Walkman dan pintalan kasetnya yang mengingatkanku kalaku masih kecil. Oh, aku hampir lupa ternyata aku setua itu yang bahkan Aziz pun tidak tahu apa itu Walkman. *mahasiswa tua

Akhirnya malampun tiba, kamipun menikmati gemerlapnya Light Festival yang menjadi salah satu spot foto terfavorit di wahana itu. Namun aku justru mengabadikan momen itu dengan menggila dalam video, sampai-sampai sendal yang aku gunakanpun putus. Ah, sudahlah sendal itu memang sudah waktunya untuk diganti. *lem biru


Sayang, kami tak bisa menikmati beberapa wahana lainnya seperti Kopi Puter, Roti Puter, Sepur Kluthuk, dan Kursi Mabur karena sedang diperbaiki dan hanya ada ketika hari libur. Ya, memang kami sengaja tidak datang di hari libur, karena menghindari banyaknya pengunjung. Selain itu juga tidak bisa menikmati ruang Disaster Room karena lagi-lagi ruang tersebut hanya diperuntukkan rombongan anak-anak sekolah yang ingin belajar bersama. Sedangkan permainan Kora-kora dan Family Coaster aku tak mau menaikinya sendiri, sebab Aziz tak berani menaikinya.

Sebagai penutup permainan, sekali lagi kami menikmati panorama Jogja di malam hari yang penuh dengan cahaya bintang di daratan dari ketinggian 48 meter di atas Bianglala. Sungguh keindahan yang berbeda saat sore tadi kami menikmatinya. Meski tak semua permainan bisa kunikmati, namun setidaknya sudah banyak ruang tempatku melepas semua kerisauan yang kualami selama ini. Terima kasih untuk diriku sendiri yang masih berjuang hingga detik ini.

Aku di sini

Walau letih, coba lagi jangan berhenti

Kuberharap

Meski berat kau tak merasa sendiri

Kau telah berjuang

Menaklukkan hari-harimu yang tak mudah

Biar kumenamnaimu

Membasuh lelahmu

Izinkan kulukis senja

Mengukir namamu di sana

Mendengar kamu bercerita

Menangis, tertawa

Biar kulukis malam

Bawa kamu bintang-bintang

‘Tuk temanimu yang terluka

Hingga kau bahagia

https://www.youtube.com/watch?v=qZIQAk-BUEc

Komentar