Kenang-kenangan (D-SMA #22)


Setelah turun dari jabatan sebagai ketua kelas, aku tidak ingin meninggalkan tanggungjawab yang aku pasrahkan kepada ketua yang baru tanpa ada pendampingan. Aku masih merasa bertanggungjawab atas ketidak berdayaanku itu. Setidaknya ketika ketua kelas mengalami kesulitan, maka aku akan berusaha hadir dan membantunya. Entah apapun yang bisa aku lakukan, akan aku usahakan semampuku.

Pada tahun terakhir kami di sekolah ini, harapannya ada kenang-kenangan yang bisa kami tinggalkan untuk sekolah. Dimana kenang-kenangan itu terlihat dan menjadi peninggalan yang akan menetap. Akhirnya angkatan kami sepakat untuk membuat taman di depan ruang labratorium dengan hiasan berupa nama-nama kami yang tertulis sebagai pembatas taman dibagian ujungnya. Begitulah kami menyepakati dan melakukan apa yang kami sudah putuskan.

Hampir setiap sore kami selalu kembali ke sekolah untuk membuat taman tersebut. Pembelian bahan tersebut sekali lagi kami ambil dari uang kas kelas yang tersedia. Tentu saja kami coba untuk membuat pengadaan bahan seminim mungkin. Setidaknya ada pasir dan semen untuk membuat taman tersebut. Selebihnya bunga-bunga yang ada akan kami bawa dari rumah masing-masing. Pembuatan tamanpun sudah hampir jadi tinggal hiasan bagian ujungnya yang masih kesulitan kami buat. Terlebih kami yang dari kelas IPA ini tidak begitu paham terkait kreatifitas semacam ini. Akhirnya kami cenderung menghabiskan bahan tanpa sempat menyelesaikan bagian pentingnya. Sedang kelas IPS yang notabennya memiliki anggota yang cukup kreatif dengan karyanya pun bisa dengan mudah membuat desain sesuai dengan targetnya.

Hal konyol yang akhirnya kami lakukan saat itu karena kami kehabisan bahan, kami sering mengambil semen milik sekolah yang kebetulan diletakkan di dalam ruang laboratorium. Tentu saja bukan hal yang sulit bagi kami untuk mengambilnya. Cukup mencukil jendela di bagian belakang ruang dan masuk melaluinya. Akhirnya kami bisa mendapatkan secukupnya semen yang kami butuhkan. Adegan ini tidak untuk ditiru ya, hanya ahlinya yang bisa melakukan hal ini. Terlebih yang melakukan itu adalah kami anggota kelas yang perempuan, tidak terlepas aku dan juga ketua kelas yang baru. Intinya dimana ada ketua kelas melakukan tugas sulitnya, disitulah aku akan mendukungnya. Hahaha.

Jadi, apakah akhirnya taman hias itu berhasil kami buat? Tentu saja sekali lagi kami gagal membuatnya. Pada dasarnya memang kami cukup pandai dalam beride, tidak untuk aplikasi.

Komentar