HIPOTESIS (CAM #10)

 

Setelah memulihkan tenaga selepas muncak, akhirnya waktunya kembali kerealita kehidupanku sebagai mahasiswa tingkat akhir. Menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah berupa penelitian mahasiswa. 

Memiliki janji untuk tidak pulang sebelum lulus menjadikanku mahasiswa yang tidak pulang ketika masa liburan tiba. Dan akhirnya aku pun menjadi mahasiswa pertama yang melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing. Namun, bukan menjadi salah satu mahasiswa yang menyelesaikan tugas akhir di awal waktu.

Ini bukan lagi bicara tentang siapa yang lebih dulu selesai kuliah, tapi juga bicara tentang siapa dosen yang membimbingmu dan bagaimana kamu menghadapinya. Menjadi seseorang yang tidak kuat dalam adu argument membuatku terombang-ambil dalam pilihan dosen.

Ketika beberapa judul penelitian diajukan, namun tidak juga kunjung mendapatkan persetujuan dosen. Terlebih jika dosen yang membimbing lebih dari satu, sehingga akan ada 3 pemikiran yang berbeda saling beradu menemukan titik temu yang entah dimana akhirnya.

Hingga sampailah pada putusan.

“Ok, besok kamu maju seminar proposal.”

Setelah beberapa kali merombak judul dan proposal, akhirnya waktupun mempersilahkanku untuk maju dalam medan pertempuran. Seminar proposal bukanlah suatu hal yang simpel, jika aku pun harus mempersiapkan berbagai macam kebutuhannya. Persiapan berkas,  konsumsi, hingga ruangan, dan tentu saja notulensi yang akan mendampingiku selama proses seminar.

Sebenarnya seminar ini sama seperti ketika aku melakukan presentasi di depan kelas. Hanya saja bedanya ada 4 dosen sekaligus yang akan menjadi penilai atau penguji yang akan mengajukan berbagai macam pertanyaan seputar proposal tersebut. Ya, walaupun ada audiens/mahasiswa juga yang terkadang menghadirinya. Tapi sebagian besar mahasiswa yang hadir cenderung hadir hanya untuk melengkapi lembar kehadiran seminar proposal sebagai salah satu syarat maju seminar proposal mereka.

Emmm, tapi tidak menjadi masalah, justru ini menjadi peluang bagus bagiku, agar tidak perlu menjawab banyak pertanyaan. Namun ternyata semua tidak sesuai prediksi, audeines yang hadir di semproku justru mengajukan beberapa pertanyaan. *baik aku tandai nama kalian

Setelah aku menjawab semua pertanyaan audiens, sekarang giliran para penguji yang mengajukan berbagai macam pertanyaan. Dari banyaknya pertanyaan yang diajukan, satu diantaranya menanyakan.

“Mengapa anda mengangkat hipotesis tersebut?”

“Saya ingin mengetahui tentang pengaruh dari pemberian edukasi terhadap pengetahuan mayarakat tentang masalah tersebut. Sehingga saya mengangkat hipotesis tersebut, Bu.”

Begitu jawaban singkat yang kusampaikan sebagai rancangan penelitian yang akan aku lakukan. Dan tentu saja aku juga memegang satu prinsip utama dalam menjawaban setiap pertanyaan yang aku dapatkan dari Abangku.

“Kalau kamu tidak bisa menjawab pertanyaan penguji, jawablah dengan senyuman.”

Sumber: https://www.vectorstock.com/royalty-free-vector/happy-smile-smiling-face-on-yellow-background-vector-21245913


Ok fix, kakak ku emang panutanku. Senyum itu punya dua arti dalam keadaan mendesak. Pertama berarti kamu tidak tahu jawabannya, dan yang kedua berarti kamu tidak tahu harus jawab apa. *dikeplak pembaca

Usai seminar proposal, akhirnya aku dipersilahkan untuk meneruskan penelitian dengan beberapa revisian tentunya. Ya, begitulah derita mahasiswa tingkat akhir, tidak akan lepas dari kata revisi. Kata seorang penulis dalam bukunya yang berjudul Catatan Akhir Kuliah.

“Setiap manusia punya jatah revisi, maka habiskanlah jatah revisimu selagi muda.” Oleh Maulana Saminson, minta dipanggil Sam.

Setelah seminar itu usai beberapa teman mendatangiku dan mengucapkan selamat untukku karena sudah melewati satu tahap mencapai pintu gerbang. Dan setelahnya kami pun makan bersama di kantin kampus. Sejujurnya jika diperbolehkan memilih, sungguh aku ingin segera pulang ke kos dan merebahkan kepalaku yang sudah sangat penat dengan segala komentar dari para penguji tadi. Tapi apalah daya, sepertinya tubuhku saat ini bukan menjadi milikku karena harus menuntaskan seremoni perayaan kali ini.

Ya, aku bukanlah salah satu dari sekian banyak orang yang suka dengan sebuah seremoni. Sebab bagiku seremoni adalah sesuatu yang tidak harus ada. Begitupun dengan wisuda, bagiku wisuda adalah sebuah seremoni saja. Aku sampai saat ini masih belum bisa merasakan makna dari wisuda itu sendiri. Bagiku wisuda hanya sekedar memindahkan tali toga dari sisi kiri ke kanan. Karena makna terpenting dari perjalanan panjang perkuliahan adalah ketika kita dinyatakan lulus di depan penguji.

Tapi mungkin wisuda akan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi para orang tua yang menantikan pengukuhan gelar bagi anak-anaknya yang sudah berjuang sedemikian rupa. Melihat anaknya memakai baju kebesaran dan toga di kepala. Berjalan menuju panggung pengukuhan dan disematkan serta diserahkan seberkas ijazah kelulusan, tanda bahwa si anak siap memulai perjalanan panjangnya kembali.

Komentar